Majulah masuk ke dalam dunia Noni

Sebuah perjalanan hidup di pertengahan 30 tahunan...single, bahagia dan selalu mencari petualangan baru....Tinggalkan jejak anda dan ikuti jejak saya di @nonibeen

Jumat, 04 Februari 2011

Seberapakah penting kah pendidikan itu??

 Selama berhibernasi dari menulis blog saya mengejar target menyelesaikan membaca 3 buah buku, pertama buku The Einstein Girl, Ranah 3 Warna dan 9 Matahari (akhirnya saya membaca juga buku 9 Matahari).  Walaupun ketiga mempunyai jalan cerita yang berbeda namun ketiganya mempunyai kesamaan, sama-sama mengejar impian dalam pendidikan.

Baiklah untuk mempermudah maka saya akan menjelaskan secara ringkas dan padat garis besar ketiga buku tersebut.  Pertama, The Einstein Girl adalah sebuah novel sejarah yang terinspirasi dari kisah nyata salah satu sisi kehidupan Albert Einstein.  Ternyata Albert Einstein mempunyai anak perempuan yang lahir setahun sebelum dia menikah dengan istri pertamanya.  Diceritakan dalam buku ini, anak tersebut bernama Mariya Dragonovic sangat pintar dalam bidang matematika dan fisika sehingga pada saat itu kepintarannya malah dicibir.  Keberuntungannya adalah ketika dia kuliah, dia adalah generasi pertama mahasiswi di universitas-universitas Zagreb yang menerima perempuan pada tahun 1920-an.

Buku kedua adalah Ranah 3 Warna yang merupakan buku kedua dari trilogi Negeri 5 Menara karangan A. Fuadi.  Kali ini Alif sudah lulus Pondok Madani dan kemudian diterima di Universitas Padjadjaran jurusan Hubungan Internasional.  Kuliah di Bandung bukan lah hal yang mudah bagi Alif karena ditengah perjalanan, Ayahnya meninggal sehingga dia sampai ingin putus asa untuk meneruskan kuliahnya.  Namun dengan tekad dan usaha yang kuat akhirnya Alif bisa menyelesaikan kuliahnya bahkan sempat merasakan pertukaran mahasiswa ke Kanada.

Buku ketiga yang baru saja selesai saya baca adalah 9 Matahari karangan Adenita.  Hampir sama kisahnya dengan Alif, tokoh dalam buku ini Matari ingin mengejar cita-citanya menjadi sarjana Ilmu Komunikasi.  Karena tidak punya uang untuk kuliah ditambah diterima di program ekstensi yang butuh dana lebih daripada program reguler, Matari sanggup berhutang bahkan sampai puluhan juta rupiah.  Bukan hanya soal uang namun juga masalah di rumah membuat Matari sampai depresi.  Tetapi karena tekadnya sudah bulat untuk jadi sarjana, walaupun waktu kuliahnya lama akhirnya Matari berhasil meraih impiannya.

Dalam pikiran saya ketiga buku ini sebenarnya berkutat dalam masalah yang sama, pendidikan.  Tetapi sebenarnya seberapa penting kah pendidikan sampai-sampai banyak orang tua bahkan orang tua saya sendiri berkorban begitu banyak untuk pendidikan anak-anaknya?

Apakah pendidikan berhasil atau tidaknya hanya ketika seseorang itu sudah sah mencantumkan nama tambahan di belakang atau di depan namanya??

Dulu saya pernah membaca di sebuah artikel yang saya lupa siapa penulisnya dan isi tepatnya, namun garis besarnya adalah orang Indonesia banyak yang ingin menjadi bangsawan dengan memakai gelar pada namanya karena dengan begitu mereka akan dihormati dan disegani.  Kalau jaman dulu gelar bangsawan dibawa dari lahir atau mendapatkan kehormatan khusus dari raja atau sultan namun sekarang gelar bangsawan yang terbaru adalah gelar pendidikan, dimana semua orang punya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.  Jadi jangan heran jika di Indonesia, bahkan gelar AMd saja harus ditulis dan disebutkan, karena artinya dia adalah bagian dari elit bangsawan dalam pendidikan.  Dan jangan heran pula jika banyak orang yang rela meronggoh kantong demi menumpuk gelar di depan dan di belakang namanya agar tingkat kebangsawanannya dalam pendidikan semakin tinggi.

Jadi tidak salah jika ketika saya membaca buku Sekolah Itu Candu, bahwa sekolah itu  hanya membuat orang mencandu namun tak pernah realisasi keilmuan dari sekolah karena sistem masyarakat kita adalah gelar dan gelar sehingga tidak ada tempat bagi orang-orang autodidak di negeri ini.

Oprah Winfrey pernah berkata bahwa dengan pendidikan kita akan mempunyai kebebasan, namun dia mungkin belum pernah merasakan tinggal dan mengenal budaya Indonesia, dimana pendidikan hanya akan menjadi sekolah yang mengurung kebebasan dalam proses pendidikan.  Mungkin setelah dia tahu dia akan menyesal mengatakan hal tersebut.

Jadi seberapa pentingkah pendidikan jika hanya akhirnya hanya mencapai garis finish yang ditandai dengan gelar?  Toh gelar sepanjang jalan kenangan itu hanya berguna ketika naik pangkat, melamar pekerjaan dan paling mentok ditulis dalam undangan pernikahan.  Lucunya semakin banyak gelarnya membuat saya sangsi apakah dia benar-benar ahli dalam ilmunya karena saya pernah menemui seorang da’i memasang gelarnya mulai dari Drs, S.Ag, MA, MSc sampai SH di sebuah spanduk di kota asal saya.  Sampai-sampaui namanya lebih panjang daripada nama acara tersebut.  Toh banyak lulusan S2 namun wawasannya tak lebih dari lulusan SMA atau malah sebaliknya banyak lulusan SMA yang wawasannya melebihi lulusan S3.

Jadi sebenarnya seberapa penting kan pendidikan itu??  Jika toh tanpa gelar seperti seorang mahasiswa IPB yang KKN ke Ambon namun memutuskan untuk tidak kembali meraih gelarnya agar dia bisa membantu petani dan nelayan di Ambon.  Toh akhirnya IPB sadar diri dan bangga karena inilah yang mereka harapkan dari mahasiswa/alumni-nya.

Saya sendiri menghormati salah seorang Pak De saya yang meraih gelar S3 di bidang Teknik Mesin di Jerman.  Bukan karena dia mempunyai gelar S3 karena bagi dia dan juga saya gelar adalah bonus, namun kesempatan belajar dan diuji hasil belajar itu yang penting.  Apalagi beliau berhasil belajar pada ahli-ahlinya di Jerman, di negara yang terkenal menghasilkan ilmu-ilmu teknik.  

Lucunya Pak De saya tidak pernah keberatan nama gelarnya tidak dicantumkan atau salah dituliskan, karena dia memang membutuhkan ilmunya untuk mengajar generasi baru teknik mesin bukan gelarnya…..itulah makanya saya menghormati beliau karena saya tahu betapa susahnya dia mendapatkan gelar itu, sedangkan orang yang meraih gelar secara obral namanya ditulis tanpa gelar dan salah, ngamuknya setengah mati.

Sumber gambar : theembassyofafghanistas.org

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini