Majulah masuk ke dalam dunia Noni

Sebuah perjalanan hidup di pertengahan 30 tahunan...single, bahagia dan selalu mencari petualangan baru....Tinggalkan jejak anda dan ikuti jejak saya di @nonibeen

Selasa, 04 September 2012

Suatu Siang bersama Bapak, Under Fire dan Nick Nolte

Kalau ada yang bisa menghubungkan saya dan Bapak selain berenang, adalah buku dan film.  Kami berdua sama-sama suka buku dan film.  Khususnya film, Bapak agak-agak ambisius memperkenalkan film kepada saya sejak masih kecil.  

Minggu lalu saya akhirnya pasang TV Kabel, karena masih awal jadi semua channel dibuka semua sama operatornya.  Pas juga Bapak ada di Jakarta, jadi Bapak puas deh nonton TV Kabel.  Sebagai orang yang dilahirkan ketika manusia mengandalkan surat dan telegram sebagai alat komunikasi, Bapak itu gaptek (yang kebetulan menurun kepada saya), jadi Bapak gak bisa masang DVD Player apalagi Xbox (bahkan untuk ada SMS yang masuk ke HP bisa bikin Bapak teriak-teriak panik), sehingga hiburan satu-satunya adalah Televisi.

Salah satu channel yang tersedia di TV Kabel adalah MGM.  Channel ini menayangkan film-film klasik, yang kebetulan sebagai anak gaul jaman dulu, hampir semua sudah Bapak tonton dan ingin Bapak tonton.  salah satunya adalah film Under Fire yang bintangi oleh Nick Nolte produksi tahun 1983.  

Film Under Fire ini berdasarkan kisah nyata Billy Stewart, seorang journalist Amerika Serikat yang meliput Perang Saudara di Nicaragua, antara Pemerintah Somoza dan Pemberontak Sandinista pada tahun 1979.  Billy Stewart kemudian tewas ditembak oleh tentara Somoza.  Peristiwa penembakan itu terekam oleh Juru Kamera Jack Clark.  

Rekaman ini kemudian ditayangkan berulang-ulang dan mengakibatkan Pemerintahaan Jimmy Carter mengurungkan niatnya untuk membantu Somoza, sehingga tak sampai sebulan sejak pembunuhan Stewart, pemberontakan Sandinista menang dan menguasai Nicaragua (sadar kan kalau kamera itu mematikan daripada senjata).

Film Under Fire ini tidak 100 persen mengambil kisah Billy Stewart sehingga dibuatlah tokoh rekaan bernama Russel Price seorang wartawan foto yang kemudian tewas ditangan tentara Somoza.  Tipikal film produksi Hollywood yang harus mendramatisasi kisah nyata.

Anyway, setelah aku perhatikan ternyata film ini susah pernah saya tonton waktu saya masih SD bersama Bapak saya tentunya.  Waktu itu saya belum tertarik dengan film-film seperti itu, saya masih "jatuh cinta" sama Rano Karno dan Yessy Gusman.  Walaupun saya gak suka, pas nonton sama Bapak, saya menikmati film Under Fire ini.  Jadi kalau dihitung saya sudah nonton film ini lebih dari 20 tahun yang lalu.....wowwww..... dan sampai sekarang saya masih menikmatinya bersama Bapak......wwwwooooooowwwwwwwww..........

Salah satu adegan yang paling fenomenal menurut saya adalah ketika Russel Price disuruh sama pemberontak Sandinista untuk memotret pemimpin mereka yang sudah tewas namun harus terlihat hidup dan diterbitkan di koran.  Alasannya agar para pengikut dan pasukannya tetap mempunya harapan dan semangat memang, sedangkan bagi dunia mereka mengumumkan bahwa Sandinista masih punya pemimpin mereka.  

Adegan ini penuh dengan dialog lucu, sakarsme dan mengingatkan saya dengan film Janur Kuning, film Indonesia tentang Perang Serangan Fajar atau 6 Jam di Yogyakarta.  Sama-sama ingin menunjukan kepada dunia bahwa pemberontak/TNI/NKRI masih ada di Indonesia.


Rasanya menyenangkan sekali-sekali kita bisa terkoneksi lagi dengan orang tua.  Mereka bisa beda jaman, beda bahasa, beda pergaulan tetapi dengan sedikit usaha kita bisa kembali berkomunikasi dengan mereka. Saya bersyukur bisa berkomunikasi dengan film, karena memang saya dididik melalui media tersebut.  Mudah-mudahan akan banyak lagi hal yang bisa kami bicarakan lagi.




Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini