Majulah masuk ke dalam dunia Noni

Sebuah perjalanan hidup di pertengahan 30 tahunan...single, bahagia dan selalu mencari petualangan baru....Tinggalkan jejak anda dan ikuti jejak saya di @nonibeen

Selasa, 27 Januari 2015

Bengkulu, Kecil Kotanya Besar Sejarahnya

Waktu Boss saya menugaskan saya untuk survey ke Bengkulu, guna mencari lokasi shooting berikutnya, saya kaget sekaligus senang karena seumur hidup saya, saya gak pernah mimpi menginjakan kaki di Bengkulu.  Karena mendadak, sampai-sampai saya belum sempat riset dulu tentang Bengkulu sehingga benar-benar tembak langsung ke Bengkulu.  Bahkan sampai kami sudah sampai di Bandara Fatmawati Bengkulu, saya dan teman saya, Uki baru mikir tujuan pertama survey kami adalah.......makan pagi khas Bengkulu......hahahahaha.....yang kemudian gak kami temukan juga.....hehehehehe....

Beruntung lokasi shooting kami berada di Benteng Marlborough, benteng yang menjadi landmark kota Bengkulu.  Jadilah saya "piknik" di Benteng yang dibangun oleh Inggris di abad 18 ini.  Selama 4 hari saya bolak-balik ruang demi ruang dan meriam demi meriam.  Lokasi favorit saya adalah sisi Benteng yang menghadap ke Pantai Panjang.  Dari sana saya bisa melihat ke laut lepas, walaupun terhalang dengan Wisma Pemda Bengkulu yang nampaknya dibangun untuk mengganggu pemandangan indah dari Benteng....aaarrrggghhhh.....

Di dalam benteng juga ada museum kecil yang sayangnya lebih sering dikunci karena masyarakat yang berkunjung lebih suka berfoto dan pacaran,  Karena kedatangan saya ditemani oleh Bapak Yanto dari Budpar Bengkulu, maka Museum itu dibuka dan saya bisa melihat sejarah Bengkulu sejak jaman penjajahan Inggris.  Ternyata kota yang dikenal dengan Bencoolen adalah satu-satunya Provinsi di Indonesia yang dijajah oleh Inggris selama 140 tahun, dan kemudian menurut Pak Yanto terjadi pertukaran daerah jajahan antara Belanda dan Inggris, Bengkulu ditukar dengan Singapura, sedangkan menurut Wikipedia, ditukar dengan Melacca.  Seperti ditukarnya Seram dan Manhattan.


Saya juga menyempatkan diri untuk melihat-lihat ruang harta yang terletak di sudut benteng.  Sebenarnya saya gak mau ke ruang tersebut karena terletak dibawah tanah, untuk masuk ke ruangan itu kami harus melalui sebuh pintu sempit dan dibuat rendah sehingga harus berjongkok untuk memasukinya.  Kemudian dilanjutkan dengan tangga yang licin dan gelap, ketika saya berusaha untuk meraba dindingnya ternyata basah dan ditanamin lumut, jijik juga rasanya.  Tetapi karena saya harus mencari lokasi seram untuk uji nyali, jadilah saya masuk ke ruangan tesebut karena konon di ruangan tersebut "penghuni"-nya paling kuat.  

Atas saran Pak Yanto juga saya pergi ke kuburan Inggris.  Dulu kuburan ini terdiri dari 1000 kuburan orang-orang Inggris dan Belanda yang meninggal di Bengkulu termasuk juga 4 orang anak Sir Stamford Raffles yang meninggal akibat epidemi desentri.  Sayangnya nisan keempat anak Raffles sudah gak ada karena lokasi kuburan mereka sudah dijadikan sekolah pada tahun 1980-an atas perintah Departemen Pendidikan & Kebudayaan.  Sulit dimengerti tetapi itulah kenyataannya, sejarah besar dilibas atas nama pembangunan.

Sekarang tak banyak yang tersisa dari kuburan tersebut bahkan di atas tanah kuburan sudah berdiri sebuah rumah.  Sayang sekali padahal kalau dirawat, bisa disandingkan dengan Museum Prasasti di Jakarta.

Rumah Bung Karno ketika pembungana di Bengkulu


Koleksi Buku-Buku Bung Karno yang kebanyakan berbahasa Belanda dan Inggris

Koleksi Baju Grup Sandiwara yang didirikan Bung Karno


Selanjutnya saya berkunjung ke rumah Bung Karno ketika dibuang oleh Belanda ke Bengkulu tahun 1938 - 1942.  Rumah dengan arsitektur Belanda tempo dulu berisi barang-barang memorabilia Soekarno, mulai dari foto-foto, sepeda dan koleksi buku-buku yang dikumpulkan selama dalam pengasingan.  Itulah hebatnya Bapak Proklamasi ini, ketika Bengkulu dirasa Belanda cukup terisolasi untuk mengerem perjuangan beliau, Bung Karno malah gak bisa berhenti untuk menanamkan patriotisme kepada pemuda-pemuda Bengkulu.  Beliau sempat mendirikan grup sandiwara yang mengajarkan konsep kemerdekaan dari penjajah, yang properti dan kostumnya masih dismpan rapi di rumah ini.

Kunjungan saya di Bengkulu, diakhiri dengan Pantai Panjang.  Pantai ini adalah pusat kehidupan warga Bengkulu, karena terletak di pusat kota.  Pantainya yang putih dan garis pantai yang panjang membuat Pantai ini menyenangkan dinikmati di sore hari,  Saat saya datang banyak orang yang sedang bermain sepak bola dan jogging selain tentu saja berenang menikmati ombaknya yang cukup besar, maklum pantai ini gratis.  Wow rasanya seperti berada di Pantai Copacobana dan Rio melihat pemandangan tersebut. 


Pantai Panjang

Orang bermain Sepak Bola di Sore Hari

Kalaupun ada kekurangan di Pantai ini, adalah masalah klise obyek wisata di Indonesia yaitu kebanyakan warung yang bangunan mengganggu pemandangan pantai dan sampah.  Nampaknya warga Bengkulu belum punya semangat pariwisata yang besar seperti warga Bali.

Untung saja pemandangan sunset yang indah di Pantai Panjang dapat mengobati sakitnya mata melihat sampah dan warung-warung tersebut.

Footnote
Sir Stamford Raffles adalah Founding Father Of Singapore dan pendiri Kebun Raya Bogor.  Namanya juga dijadikan nama bunga terbesar di dunia yaitu Raflesia yang hanya ditemukan di Bengkulu.

Selain ketiga tempat ini, Bengkulu juga ada Kuburan Kaum Padri dan Makam Sentot Alibasyah, dan jika kalian punya koneksi yang kuat di Pemprov, kalian harus mendatangi Rumah Dinas Gubernur Bengkulu, karena selain indah dan dibangun pada abad ke 18 juga kita bisa mendatangi kamar Raffles yang dulu tempat tidur Gubernur Jendral tersebut.

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini