Majulah masuk ke dalam dunia Noni

Sebuah perjalanan hidup di pertengahan 30 tahunan...single, bahagia dan selalu mencari petualangan baru....Tinggalkan jejak anda dan ikuti jejak saya di @nonibeen

Minggu, 02 Januari 2011

Komedi Ala Iran, cara menertawakan budaya sendiri tanpa merendahkannya

Akhirnya khatam juga saya baca kedua buku karya Firoozeh Dumas, Funny in Iran dan Launghing Without Accent kalau dalam bahasa Indonesia Komedi ala Iran dan Tertawa ala Persia dengan sampul biru dan merah, terbitan Esensi (wah lengkap nih biar Esensi mau pasang iklan *_^)

Pertama kali saya lihat buku ini, sebenarnya tidak terlalu menarik mungkin karena desain sampulnya warnanya terlalu lembut jadi gak eye catching.  Karena saya lagi tertarik sama kebudayaan Iran, jadi nekat beli walaupun saya masih ragu juga apakah masa depan buku ini akan hanya menghiasi rak buku tanpa pernah disentuh sama sekali, seperti nasib buku-buku yang saya beli gara-gara kena hipnotis Oprah Books Club....hehehehehe....yang ternyata sumpah sudah tebal eeehhhh saya bingung dengan apa yang saya baca karena kok hidup jadi lebih rumit yah dengan segala pencarian jati diri yang ada dalam buku tersebut...jadi saran saya jangan terlalu percaya dengan apa yang dikatakan Oprah, percaya saja dengan saya dan kata hati anda....hehehehehe...

Lanjut dengan Firoozeh Dumas, kedua buku ini mengisahkan kehidupa Firoozeh dan keluarganya dalam usaha mereka "menyatu" dengan Amerika.  Maklum saja mereka adalah imigran Iran yang ingin mendapatkan kestabilan hidup ketika Revolusi Islam membuat Ayah Firoozeh harus kehilangan pekerjaan sebagai Insinyur di perusahaan minyak asing.
Membaca buku ini, bukan hanya menimbulkan kelucuan tentang gegar budaya yang harus dihadapi selama mereka tinggal Amerika namun juga kita jadi menghargai akar budaya kita.  Karena seperti juga Firoozeh saya berasal dari keluarga besar, yang seringkali hanya mengenal sapaan Om, Tante, Bude, Pakde, Eyang dan sebagainya namun tidak mengenal siapa namanya dan apa hubungan kekerabatan kita dengan mereka.  Namun menjadi bagian dari keluarga merupakan sebuah jalan untuk kita mengenal siapa diri kita sebenarnya.

Contohnya saja masalah kesukaan makan Babi Ayah Firoozeh.  Ini membuat Firoozeh penasaran kenapa Ayahnya makan Babi padahal beliau muslim.  Ibunya sendiri tidak makan babi.  Masalah ini kemudian menjadi kelucuan ketika Firoozeh bercerita tentang bagaimana mendapatkan Babi di Iran, negeri (yang pada saat itu masih kerajaan) Islam dan bagaimana beliau mereka alasan "yang memperbolehkan" dia makan Babi, tanpa harus sok merubah hukum haram Babi.
Atau ketika Ayahnya yang Insiyur dan pernah kuliah di Amerika dengan Beasiswa Fulbright selalu bercerita tentang Amerika kepada seluruh keluarga, kerabat dan teman berulang-ulang sampai Firoozeh hapal, namun ketika di Amerika bahasa Inggris yang beliau gunakan sama sekali tidak bisa dimengerti oleh orang-orang Amerika.  Lha kok bisa yaaahhh???.....ckckckckck....

Bagi saya buku begitu "dekat" dengan saya.  Sebagai anak yang lahir dari beberapa latar belakang suku dan budaya, saya sering merasa berada ditengah-tengah "tembok budaya dan kepentingan" yang pelan-pelan maju untuk menghimpit saya.  Ketika membaca buku ini, saya seperti bercermin pada diri saya sendiri, bahwa semua budaya itu merupakan "harta karun", apalagi di jaman sekarang dimana pernikahan antar suka makin sering terjadi sehingga banyak pasangan yang akhirnya memutuskan anaknya menjadi orang Indonesia bukan bagian dari suku tertentu.  

Bagi saya itu amat disayangkan.  Saya masih ingat ketika saya kecil, sepupu saya dari pihak Mama "mematikan" rasa kesukuan Ambon saya dengan mengatakan bahwa saya lebih baik jadi orang Jawa karena saya punya setengah darah Jawa, sedangkan Ambon hanya seperempat dibandingkan mereka yang punya setengah darah Ambon.  Saya yang masih berumur 7 tahun langsung ingin menangis karena saya ingin sekali jadi orang Ambon mengikuti Mama saya, walaupun saya tidak mengerti maksudnya seperempat dan setengah darah, yang saya tahu saya tidak diijinkan jadi orang Ambon oleh sepupu saya.  Hal ini saya adukan ke Bapak, saya masih ingat Bapak kelihatan "sedih" ketika saya bilang saya ingin jadi orang Ambon daripada orang Jawa tapi saya cuma punya seperempat darah Ambon.

Sekarang saya tidak peduli dengan setengah atau seperempat atau seperlapan darah.  Saya orang Ambon walaupun yang saya tersisa dari Ke-Ambon-an saya hanya fam Mama dan lagu-lagunya.  Saya orang Makassar walaupun saya hanya tahu satu jenis makanan Makassar yaitu Cotto dan saya orang Jawa.  Saya tahu saya masih nol untuk menjadi bagian dari suku-suku tersebut tetapi saya ingin terus mempelajari akar budaya saya sehingga ketika saya punya anak nanti, mereka bukan hanya mengenal bahwa mereka punya darah tetapi juga bagian dari budaya dan suku tersebut.

Jadi jika anda berani mentertawakan buadaya anda, maka silakan mebaca buku ini karena buku ini pantas untuk anda nikmati tanpa harus memikirkan hal lain.
Firoozeh Dumas, penulis buku Komedi ala Persia (Funny in Farsi) dan Tertawa ala Persia (Laugh Without An Accent)


Sumber gambar : metroactive.com dan metronews.fajar.co.id




Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini