Majulah masuk ke dalam dunia Noni

Sebuah perjalanan hidup di pertengahan 30 tahunan...single, bahagia dan selalu mencari petualangan baru....Tinggalkan jejak anda dan ikuti jejak saya di @nonibeen

Selasa, 13 Desember 2011

Say No To Bully



Sebelumnya saya mau bilang tolong dengarkan lagu Pink - Fuckin' Perfect ketika membaca postingan ini.

Percaya atau tidak, berbeda dari penampakan luar, saya adalah pernah jadi korban bully.  Saya gak tau kenapa saya kok bisa jadi korban.....tapi begitulah bully apapun kekurangan atau kelemahan kamu semua bisa jadi bahan bully.

Pertama waktu saya berumur 3 - 4 tahun.  Entah kenapa anak-anak di kampung saya tidak menyukai saya.  Menurut Mama seringkali saya pulang ke rumah dalam keadaan menangis.  Kalau menurut Bapak saya mungkin karena mereka iri melihat saya yang terlihat lebih terurus daripada anak-anak lain di kampung saya, selain itu saya gemuk dan lumayan cerdas untuk anak balita.  

Yah gimana gak keurus.  Mama dan Bapak saya pada saat itu termasuk orang yang berpendidikan tinggi.  Mama sendiri lulusan sekolah perawat dan pintar menjahit.  Jadi mau gak mau cara hidup kami lebih sehat daripada yang lain.  Dan baju-baju kami bagus-bagus karena Mama selalu mencontoh model terbaru dan kemudian dijahit sendiri.  Jadilah kami biarpun hidup miskin tapi penampilan kami selalu bersih dan rapi.  Itulah mungkin yang menimbulkan iri anak-anak bahkan orang tua mereka pada kami, sehingga kemudian saya suka dipukul atau dicubit tanpa alasan yang jelas.

Oleh sebab itulah orang tua saya berkeputusan untuk melarang kami main di luar gerbang rumah kecuali dengan beberapa anak yang orang tua kami percaya tidak akan menyakiti kami.

Kedua ketika saya TK, saya sering kali di-bully karena warna kulit saya yang hitam.  Bahkan diejek sebagai orang Irian.  Saat itu awal tahun 80-an, ketika yang namanya jadi orang Irian tuh jelek sekali di mata anak-anak TK seperti kami.  Sekarang sih mending jadi orang Papua yang kaya daripada jadi orang Jakarta tapi miskin banget.....hehehehehehehe........

Sebenarnya puncak per-bully-an ketika TK adalah ketika terjadi 2 peristiwa.  Pertama ketika salah seorang teman cowok saya tiba-tiba menyerang saya tanpa ada alasan yang jelas.  Saya dipukul sampai hidung saya mimisan.  Ketika saya sudah terjatuh, tangan saya diseret sambil menaiki undakan tempat bermain pasir, lalu dipukulin lagi disana.  Siksaan saya berhenti ketika salah seorang guru melihat kejadian itu.  Sampai sekarang guru itu masih heran kenapa saya tidak menangis keras sehingga mereka bisa mengetahui kejadian lebih awal.

Kejadian kedua ketika sepatu saya kotor penuh lumpur karena pada saat itu daerah sekitar rumah saya jalannya belum diaspal.  Terus salah seorang teman saya tiba-tiba teriak di depan kelas "Sepatu Noni kotor nih kena lumpur", lalu diikuti dengan koor teman-teman saya yang mengomentari kotornya sepatu saya sampai saya menangis karena sebal.

saya tidak pernah tahu kenapa saya di-bully seperti itu, tapi menurut beberapa teman saya, waktu TK saya pendiam sekali dan tidak suka bermain dengan anak lain.  Kata mereka, saya hanya duduk dipojok lalu saya akan mencoret-coret tanah.  Kalau di ruang bermain, saya memilih membaca buku atau bermain sendiri.  Namun jangan salah saya lumayan pintar lho waktu TK, umur saya 4 tahun saya sudah bisa membaca dan itu tidak diajarin oleh orang tua saya seperti anak lain tapi hanya sekali-sekali oleh guru saya, herannya setiap terima raport penilaian baca saya hanyak dikasih nilai cukup atau baik sekali, sumpah bukannya saya sombong tapi nilai baca saya tuh setara dengan anak kelas 1 SD ketika saya masih TK.

SD dan SMP saya hadapi dengan baik, tidak ada yang berani mem-bully saya.  Mungkin karena saya termasuk anak pintar, ikut semua extra kurikuler yang ditawarkan sekolah dan diam-diam banyak yang naksir saya.....hehehehehehe......Hei saya manis lho waktu SMP.....

Ketika SMA entah kenapa saya menjadi korban bully lagi.  Saya gak tau kenapa beberapa teman saya selalu ngetawain saya ketika saya bicara, sehingga membuat kepercayaan diri saya memudar.  Tetapi saya gak mau hidup saya berhenti hanya dengan omongan segelintir teman-teman saya, saya akhirnya berteman dengan orang-orang yang dengan tulus mau menerima saya apa adanya, walaupun itu harus berjalan setengah sekolah agar bisa ke kelas mereka yang berbeda jurusan dengan saya.

Bully yang paling parah saya rasakan ketika salah seorang teman saya ingin merayakan kemenangannya dalam sebuah lomba karya tulis.  Teman-teman sekelas diundang termasuk saya dan teman saya Viona.  Masalahnya adalah untuk pergi ke restoran yang dituju tidak mungkin jalan kaki harus naik kendaraan.  Di kelas saya yang memiliki mobil hanya satu orang, sedangkan cowok-cowok kebanyakan memakai motor.

Ketika pengaturan siapa membonceng siapa, ketika nama saya dan Viona disebut mereka tiba-tiba menghindar dengan berbagai macam alasan padahal kalau diitung-itung cukup lho.  Saya masih ingat ketika mereka beralasan motor mereka masih baru sehingga gak mungkin membonceng orang gemuk seperti saya.  Bayangkan saat itu berat saya masih 60 kg, sekarang saya lebih berat beberapa puluh kilogram namun masih banyak teman saya yang membonceng saya dengan sukarela biarpun motor mereka baru atau sudah lama.

Sedangkan untuk Viona, tidak ada alsan yang pasti.  Pokoknya cowok-cowok itu tidak ada yang mau membonceng kami berdua.  Saya selalu ingat ketika kami berdua ke parkiran/ halaman sekolah untuk menyusul teman-teman yang siap-siap pergi.  Tapi tidak satupun yang mengajak kami, malah mereka tampaknya malah mau melarikan diri seakan membawa kami berdua adalah kesialan.

Saya dan Viona hanya saling tatap dan tiba-tiba mata kami berdua berkaca-kaca.  Lalu saya bilang (dengan harga diri terluka dan tidak ingin mengemis-ngemis rasa pertemanan ke Viona "Saya gak mau diginiin orang.  Toh hamburger gak mahal-mahal amet kalau kita beli sendiri.  Saya mau pulang aja".  Viona mengangguk dan kami pun pulang dalam diam.  Sebenarnya teman kami yang membawa mobil menawarkan kami untuk menumpang mobilnya, namun karena mobilnya sudah penuh, dia bilang ke teman-teman yang membawa motor untuk membawa kami, tetapi mereka tetap tak bergerak yah udah mau apa lagi kan.....

Di tengah jalan saya bilang lagi "Besok apapun yang terjadi kita gak usah terlalu peduli.  Anggap aja acara ini gak penting.  Saya paling gak mau ngemis-ngemis sama orang-orang kayak gitu".  Viona mengangguk setuju.

Keesokan harinya, teman kami yang bawa mobil bilang kalau dia mencari kami  setelah menge-drop teman-teman di restoran.  Tentu saja kami berdua senang karena paling gak ada yang tulus memikirkan kami tetapi harga diri kami berdua sudah terlalu terluka.  Saya hanya bilang dengan pasang muka lempeng "Terima kasih sudah memikirkan kami.  Tapi gak papa kok".  Sejujurnya ketika saya mengatakan hal itu saya mau nangis karena tembok kemarahan saya sudah mau runtuh. 

Sejak itu saya tidak terlalu berharap dari teman-teman sekelas saya....bagi saya ketika mereka menolak saya untuk apa saya berusaha membuat mereka menyukai saya, masih banyak teman-teman yang menyukai saya dengan tulus.  Saya pun memilih berteman dengan teman-teman yang berbeda kelas.  Biarpun begitu saya dan Viona tetap menjadi bahan bully di kelas, namun kami sama sekali tidak menganggap hidup /ada orang-orang yang mem-bully kami, bahkan dengan cara kami, kami bisa meng-handle semuanya sendiri tanpa bantuan atau pengaruh dari teman-teman sekelas kami sehingga menimilisir kami berkomunikasi dengan teman-teman sekelas.

Saya merasa menjadi korban bully adalah hal yang terberat ketika kita remaja.  Luka fisik mungkin tidak terlalu kelihatan, tetapi luka mental yang kami hadapi sampai dewasa cukup mempengaruhi kehidupan kami sehari-hari.  Seperti saya, seringkali saya berpikir bahwa teman-teman saya tidak menerima saya dengan tulus.  Bahkan ada yang rendah diri menahun bahkan bunuh diri karena merasa kehadiran di dunia ini salah.

Jadi tolonglah berhenti untuk mem-bully orang  apapun bentuknya mulai dari memukul ataupun bully secara verbal karena itu sama saja membunuh masa depan korban.  Dan setahu saya sebenarnya orang yang mem-bully itu yang "sakit" butuh pengakuan hebat dari orang lain.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sedih bacanya, Mba Noni...
pengalaman masa kecil dan masa sekolah di Vidatra Bontang memang banyak yg berbekas buat kita...
-indri 96'ers-

Cari Blog Ini