Majulah masuk ke dalam dunia Noni

Sebuah perjalanan hidup di pertengahan 30 tahunan...single, bahagia dan selalu mencari petualangan baru....Tinggalkan jejak anda dan ikuti jejak saya di @nonibeen

Kamis, 27 Desember 2012

Ajari Aku, Lagu Di Antara Dua Negara Indonesia dan Malaysia


Kemarin penyanyi Malaysia favorit saya Anuar Zain sudah sebulan mengeluarkan single terbarunya yang berjudul Ajari Aku.  Pas mainin di kantor, tiba-tiba ada yang teriak "Eh kayaknya lagu ini udah pernah aku denger deh".

Langsung search lagu ini di Youtube, dan ternyata lagu ini aslinya dinyanyikan oleh Ardian Martadinata.  Jadi lagu ini dijual hak ciptanya kepada Anuar Zain.  Lalu arrasemennya dirubah.  Jikan Ardian Martadinata lebih nge-rock maka Anuar Zain lebih orkestra dengan sentuhan cengkok Melayu.

Sayangnya seperti biasa komentar orang Indonesia pada video clip Anuar Zain kebanyakan negatif.  Mulai dari pada teriakin maling sampai lebih bagus Ardian Martadinata, ditambah-tambah ngejele-jelekin orang Malaysia.

Bagi saya kedua-duanya bagus.  Ardian Martadinata dengan suara rock-nya dan Anuar Zain dengan suara panjang-panjangnya.  Saya berpendapat seni itu gak bisa dibanding-bandingkan dengan bagus dan gak bagus yang ada adalah suka dan gak suka.  Namun penilaian suka dan gak suka antara Indonesia dan Malaysia juga dipengaruhi oleh dendam, dendam warisan masa lalu dan juga dendam yang tercipta sekarang.

Saya sendiri membesar dalam pengaruh media Malaysia.  Dari TK sampai SMA saya tinggal di kota kecil di Kalimantan Timur bernama Bontang.  Ketika Indonesia masih memakai sistem komunikasi jarum suntik melalu TVRI dan RRI, kami sudah mulai merasakan keterbukaan media di Malaysia dengan menonton TV3, RTM1 dan RTM2 dam itu diakhir tahun 80-an sampai awal 2000-an.

Dengan antena sederhana hampir setiap rumah di Bontang, bisa menikmati acara-acara Muzik Muzik sampai menikmati suara indahnya Christine Lim membacakan berita setiap malam.  Bahkan terkadang saya dan ketiga saudara saya bercakap sikit-sikit Bahasa Melayu hasil menonton drama-drama TV3 dan RTM1.  Kami sekeluarga pun menyukai P. Ramlee seniman legendaris Malaysia, sampai saya suka dengan lagu Anakku Sazali dan mengalirkan air mata ketika Sazali durhaka dengan Bapaknya.

Dari pidato Mahathir yang ditayangkan televisi Malaysia, saya juga belajar menjadi orang Melayu yang gak rendah diri sama orang Bule atau orang kulit putih dalam Bahasa Melayu.   Mahathir saat itu berani mengertak dan menindak Inggris karena medianya memberitakan korupsi di kabinetnya.  Peristiwa politik ini berakhir dengan pemerintah Inggris mohon maaf secara resmi kepada pemerintah Malaysia.  Ketika itu terjadi Bangsa Indonesia masih sangat bergantung dengan tenaga kerja asing dan disetir oleh Amerika Serikat.  Bagi saya yang masih SMP ketika itu, ini adalah suatu pelajaran nasiolisme, kebangsaan yang berharga melebihi pelajar PMP dan PSPB sekalipun.

Mahathir juga mengajarkan pada saya bahwa menjadi pemimpin bukan hanya pidato tapi juga harus menunjukan dengan perbuatan.  Ini yang beliau lakukan ketika beliau menghimbau kepada rakyat yang beragama Islam untuk mengucapkan Selamat Natal kepada yang beragama Kristen.  Juga Bangsa Melayu untuk mempererat tali silahturahmi dengan warga keturunan Cina.  Beliau menunjukan dengan datang berkunjung ke rumah-rumah kolega-koleganya yang beraga Kristen dan keturunan Cina.  Dan makan makanan apapun yang dihidangkan.

Saat itu negara impian saya Malaysia.  Ketika saya lulus SMA tahun 1996, saya datangi Kedutaan Besar Malaysia untuk mencari informasi kuliah di negeri jiran ini, padahal saat itu belum ada trend kuliah di Malaysia seperti sekarang.  Bahkan saya sudah menembak Universiti Kebangsaan Malaysia, karena saya ingin menjadi bagian bangsa Melayu yang besar ini. 

Menjadi orang Malaysia memang terlihat menyenangkan di TV3 namun mengalaminya sendiri itu berbeda.  Saya sekarang tahu bahwa di Malaysia kebebasa beragama dibatasi, bahkan memilih agama harus diatur oleh pengadilan.  Contohnya ada perempuan yang memilih agama Katholik dari agama awalnya Islam.  Sampai sekarang status keagamaannya masih terkatung-katung di Pengadilan.

Kebebasan mengeluarkan pendapat juga dibatasi.  Lihat saja Anwar Ibrahim yang berbeda pendapat dengan Mahathir akhirnya menjadi "Public Enemy" dengan difitnah macam-macam dan diadili dengan tuduhan sodomi dan kegiatan homo seksual.

Kebebasan berekspresi juga dibatasi.  Malah Mahathir sempat melarang artis cowok gondrong, sehingga tiba-tiba penampilan rocker jadi berambut pendek dan rapi jali.  Penggemar musik underground pun harus rela dikejar-kejar Polisi karena dianggap mereka adalah musik yang dekat dengan kejahatan.

Semakin tua saya, semakin saya berpikir, Indonesia memang bukan negara yang sempurna.  Tiap hari ada aja masalah dan peristiwa yang membuat kita mengelus-ngelus dada.  Tapi paling gak Indonesia adalah negara yang mempunyai kebebasan melebihi Malaysia.  Jadi saya tetap kok memilih menjadi Bangsa Indonesia dan warga negara Indonesia.

Jadi nikmatilah seni.  Anda suka berilah pujian, anda gak suka ganti yang lain.  Semudah itu kok.  Gak usah ejek-ejekan, semakin anda mengejek maka makin terlihat anda bukan bangsa yang besar yang ada anda dikenal sebagai Bangsa Bermulut Besar.  Toh, sebenarnya dengan Anuar Zain menyanyikan lagu Ajari Aku - Ardian Martadinata dan masyarakat Malaysia menyukainya, sudah menunjukan bahwa bangsa Malaysia mengakui "kehebatan" seniman-seniman Indonesia seperti Ardian Martadinata.  Jadi buat apa ngamuk kan di youtube??

2 komentar:

thenew-you mengatakan...

"Jadi nikmatilah seni. Anda suka berilah pujian, anda gak suka ganti yang lain. Semudah itu kok......"
Sangat setuju dengan kalimat ini :-)

Unknown mengatakan...

@thenew-you : terima kasih, saya senang anda setuju dengan saya.

Cari Blog Ini